Pameran terbesar buku-buku Islam di Tanah Air, Islamic Book Fair (IBF), resmi dibuka pada Rabu (3/8) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat. IBF 2022 yang digelar pada 3-7 Agustus menjadi wisata literasi Islam dengan menyajikan sekitar 10 ribu judul buku. Pengunjung juga bisa mengikuti sejumlah kegiatan, seperti talkshow, kajian buku, serta beberapa perlombaan.
Sejumlah kegiatan lain di sepanjang penyelenggaraan IBF 2022, antara lain, talk show “Enteng Rezeki” bersama Taqy Malik dan Syakir Daulay, peluncuran Quran: Kisah dan Syariah bersama Muzzamil Hasballah dan Dedy Mizwar, dan bedah novel dwilogi Kembara Rindu 2 (Suluh Rindu) bersama Habiburahman El Shirazy atau Kang Abik. Acara talkshow lainnya, yakni peluncuran buku panduan literasi digital untuk guru madrasah yang dihadiri oleh Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid.
Untuk masuk ke lokasi, pengunjung bisa datang pukul 10.00 WIB dengan harga tiket Rp 10 ribu untuk pelajar dan Rp 15 ribu untuk umum. Pada pembukaan kemarin, sudah banyak pengunjung yang berdatangan sejak pagi hari. Sebagian besar dari mereka adalah para santri dan siswa. Saking antusiasnya, mereka juga mengikuti acara pembukaan dengan khidmat.
Salah satu ponpes, yaitu Ponpes Turus Pandeglang, bahkan membawa sekitar 1.200 santri ke IBF 2022. Pimpinan dan Pengasuh Ponpes Turus Pandeglang, KH Tubagus Achmad Dahlani Idrus, mengatakan, sejak IBF didirikan, pihaknya sudah ikut meramaikan acara tersebut.
“Kita sampaikan kepada santri pentingnya literasi. Ini membuat membaca buku sebagai suatu keharusan sehingga setiap acara IBF, setiap tahun kita hadir. Jadi, memang kita memberikan dukungan terhadap santri untuk membaca buku,” kata Tubagus, di JCC, Rabu (3/8).
Melalui wisata literasi ini, para santri diharapkan mendapatkan banyak manfaat, seperti menemukan referensi untuk makalah atau risalah yang akan dibuat. Terlebih, para santri tingkat akhir harus menyelesaikan karya tulis ilmiah.
“Kami masih memberlakukan membuat makalah atau risalah. Mereka dituntut untuk memiliki referensi di mana bisa didapat dari IBF ini. Selain itu, ada santri kelas 12 yang untuk mengakhiri pendidikan formal, harus menyelesaikan karya tulis ilmiah,” ujarnya.
Antusiasme pengunjung juga terlihat dari seorang ibu bernama Wiwit (35 tahun). Wiwit datang dari Bandung bersama anaknya. Di pinggir stan, dia duduk menunggu anaknya berkeliling pameran. “Acara ini seru, saya dari Bandung. Anak saya memang ingin sekali datang ke IBF karena di Bandung sudah lama tidak diadakan,” kata dia.
Dia sangat berharap IBF dapat kembali diadakan di Bandung. Sebab, dia tidak perlu datang jauh-jauh ke Jakarta lagi. “Ini baru pertama kali datang ke IBF di Jakarta. Tadinya di Bandung sebelum pandemi. Alhamdulillah ya, sekarang masyarakat mulai banyak yang antusias sama buku,” ujar dia.
Salah satu tenant yang selalu mengikut ajang IBF adalah Penerbit Republika. Menurut Senior Marketing Republika Penerbit, Muhammad Nasir, pihaknya bersyukur IBF dapat kembali digelar. Momen ini akan dia manfaatkan dengan baik untuk memamerkan buku-buku terbitan Republika.
“Ada beberapa buku dari tahun 2020 yang saat pandemi tidak bisa dipromosikan. Acara ini bisa menjadi ajang untuk menampilkan produk kami,” kata Nasir. Meskipun hari pertama, dia sudah merasakan adanya antusiasme dari masyarakat.
Nasir menilai, kemungkinan ini juga wujud dari kejenuhan pengunjung karena tahun lalu IBF sempat ditiadakan. Pada IBF kali ini, Republika Penerbit memberikan sejumlah diskon mulai dari 20 persen.
Ketua Panitia IBF Mahmud Anis mengatakan, IBF kali ini menyediakan 138 stan. Para peserta penerbit yang berpartisipasi menyajikan buku kurang lebih 10 ribu judul dengan jumlah eksemplar sekitar satu juta. “Peserta pada tahun ini sebanyak 128. Jumlah itu bukan karena peminatnya tidak ada, tetapi semata-mata kami menjaga prosedur kesehatan (prokes). Meskipun nanti pengunjung padat, insya Allah tidak sampai berdesak-desakan karena areanya terbuka lebar,” kata Mahmud Anis di JCC, Rabu (3/8).
Mahmud mengatakan, tema IBF kali ini adalah “Literasi Islam Menumbuhkan Optimisme Bangsa”. Tema tersebut ditetapkan agar dapat memberikan semangat kepada masyarakat untuk menerbitkan buku. Sebab, sejatinya buku masih tetap dan selalu dibutuhkan. [republika/Meiliza Laveda]