Peringatan Hari Aksara: Manusia dan Kesenjangan Digital Menjadi Fokus

Tanggal 8 September setiap tahunnya, dunia memperingati sebagai Hari Aksara Internasional. Melalui lembaga UNESCO, hari aksara dunia mengambil tema : Literacy for a human-centred recovery: Narrowing the digital divide.

Seperti diketahui, akibat pandemi COVID-19 telah mengganggu pembelajaran anak-anak, remaja, dan orang dewasa dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini juga memperbesar ketidaksetaraan yang sudah ada sebelumnya dalam hal akses ke kesempatan belajar, termasuk mempengaruhi 773 juta orang yang masih belum melek huruf.

Menurut lembaga dunia, UNESCO, di masa krisis global beragam upaya telah dilakukan untuk menemukan cara alternatif untuk memastikan kesinambungan pembelajaran, termasuk pembelajaran jarak jauh, yang seringkali dikombinasikan dengan pembelajaran tatap muka.

Akses terhadap kesempatan belajar keaksaraan memang belum merata. Pergeseran yang begitu cepat ke pembelajaran jarak jauh menyebabkan kesenjangan digital. Apalagi dalam hal konektivitas internet, infrastruktur, dan kemampuan untuk terlibat dengan teknologi, serta perbedaan dalam layanan lain seperti akses ke listrik juga masih terbatas,” tulis Unesco dalam laman resminya.

Pandemi, bagaimanapun, adalah pengingat akan pentingnya literasi. Literasi adalah bagian integral dari pendidikan dan pembelajaran seumur hidup yang didasarkan pada humanisme sebagaimana didefinisikan oleh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Oleh karena itu, literasi merupakan pusat pemulihan yang berpusat pada manusia dari krisis COVID-19.

Dalam rangka hari literasi internasional, kita harus bisa mengeksplorasi bagaimana literasi dapat berkontribusi untuk membangun fondasi yang kokoh bagi pemulihan yang berpusat pada manusia, dengan fokus khusus pada interaksi literasi dan keterampilan digital yang dibutuhkan oleh pemuda dan orang dewasa yang tidak melek huruf.

“Ini juga akan mengeksplorasi apa yang membuat pembelajaran literasi berbasis teknologi inklusif dan bermakna untuk tidak meninggalkan siapa pun. Dengan demikian, peringatan hari literasi ini akan menjadi momentum untuk menata kembali pengajaran dan pembelajaran literasi di masa depan, di dalam dan di luar konteks pandemi,” urai UNESCO.

Di Indonesia, masalah tersebut pun masih ditemukan, walaupun sudah terjadi penurunan angka. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS tahun 2018, jumlah penduduk buta aksara di Indonesia turun menjadi 3,29 juta orang atau hanya 1,93 persen dari total populasi penduduk. Sebelumnya, pada tahun 2017, jumlah penduduk buta aksara di Indonesia tercatat sebanyak 3,4 juta orang. Hal tersebut tidak luput dari segala upaya yang telah pemerintah lakukan.

”Kami melaksanakan program keaksaraan dalam dua tingkatan, yaitu keaksaraan dasar bagi warga yang masih buta aksara, dan keaksaraan lanjutan bagi yang telah menyelesaikan program keaksaraan dasar,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Harris Iskandar dikutip dari Kemendikbud.

Kemendikbud juga memfokuskan program-program keaksaraan pada daerah yang penduduknya banyak mengalami buta huruf, Papua, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan beberapa lainnya. [med/unesco/bm01/foto:unesco]

Related posts

Leave a Comment